
Sebenarya sudah banyak ulasan-ulasan sebelumnya dari rekan-rekan penikmat film tentang film ini. Mayoritas menyatakan kekecewaannya terhadap karya termutakhir dari pak Shyamalan. Dan tidak bisa dipungkiri, begitu juga dengan saya. Kalau dibilang penggemar setia serial animasinya di tipi, kok rasanya ya nggak juga. Masih ada serial-serial animasi lain yang juga lebih saya sukai. Tapi yang jelas, saya juga mengikuti serial ini karena yaaa... Menurut saya ceritanya asyik. Dan kalau harus membandingkan 2 karya ini, ada 3 hal yg menjadi fokus perhatian yang ingin saya bahas.
Pertama, esensi Aang.
Sejatinya, di mata saya yg awam ini, Aang dilukiskan sebagai anak kecil dengan beban besar. Bottom line nya adalah Aang adalah anak kecil. Noah Ringer secara fisik mungkin mendekati penggambaran fisik Aang di dunia nyata. Akan tetapi, dalam terjemahan bebas om Shyamalan, entah siapa yg salah, karakter Aang jd terlalu serius. Udah gitu, diperparah dengan ketidakmampuan Ringer utk berakting natural, sehingga terkesan kaku, serius, en benar-benar tertekan. Waduh, kok jadi serius gini ya, Aangnya, kira-kira gitu gambaran saya sepanjang menyaksikan film ini. Padahal Aang tetaplah anak-anak, yang dalam serial animasinya digambarkan sedikit badung, suka bercanda, usil, dan senang bermain. Akan tetapi disaat harus serius, dia bisa jadi sosok yg benar-benar bisa diandalkan. Jadi, Aang versi Shyamalan telah meluluhlantakkan image Aang sebagai karakter sentral. Entah salah Shyamalan yang menerjemahkan, atau Noah Ringer yang terlalu serius memerankannya.
Kedua, film ini kehilangan sisi FUN-nya.
Padahal film-film petualangan seperti ini perlu unsur fun itu, agar enak dinikmati, terasa seru, dan menegangkan. Ato minimal penontonnya bisa merasa empati lah, dengan apa yg dirasakan oleh tokoh-tokoh yg ada dalam film. Ini nggak sama sekali. Film aksi petualangan dengan efek fantastis ini justru terasa membosankan, datar, tanpa berasa seru sama sekali. Cenderung garing malah! Plotnya bener-bener terasa random, parah, dan kaya ditulis ma penulis amatiran. Mengecewakan. Yang mengikuti serial tvnya pasti sudah sangat familiar dgn potongan-potongan sequence yg disusun secara kasar oleh om Shyamalan. Udah ceritanya gak enak dinikmati, gak mulus, filmnya juga benar-benar kehilangan unsur magisnya. Alhasil, penonton seolah-olah dipaksa untuk mencerna interpretasi kasar dari bapak itu tentang Aang dan teman-temannya.
Ketiga, nampaknya dalang dibalik semua kekacauan film ini ada di tangan sang kreator.
Bapak yg satu ini memang seolah-olah hidup di dunianya sendiri, gak pernah mendengarkan input orang lain tentang filmnya. Di satu sisi, mungkin oke untuk beberapa kasus tertentu. Tapi untuk sutradara film yang pernah menghasilkan karya jempolan, 3 film terakhirnya bener2 memiliki kualitas mengkhawatirkan. Film ini jadi berasa digarap sama amatiran. Ibaratnya, nonton film ini jadi berasa kaya nonton wayang kulit, dimana sang dalang gagal memberikan ruh kepada "puppet"nya, sehingga yg terlihat cuma sekelebatan kulit kesana kemari tanpa terlihat menarik sama sekali.
Tulisan ini memang seolah melengkapi tulisan-tulisan sebelumnya yg berisi kecaman terhadap karya Shyamalan. Mengecewakan.
This time, save your money guys! Invest it on something better. A better movie, of course.
Rating : 3 / 10