
OKURIBITO – A Review
Synopsis: A newly unemployed cellist takes a job preparing the dead for funerals. (IMDB.com)
Cast/Crew: Masahiro Motoki Tsutomu Yamazaki, Ryoko Hirosue / Director : Yojiro Takita
Review:
“The gift of last memories”
Tahun ini, dalam ajang penganugerahan film yang katanya paling akbar, Oscar, ada salah satu kategori yang ternyata hasilnya tidak sesuai dengan mayoritas prediksi orang-orang. Yah, walaupun kemenangan Hurt Locker bukan sesuatu yang mengejutkan, yang jelas kebanyakan orang mengira bahwa untuk kategori Best Foreign Language Film of The Year tahun ini milik The White Band dari Jerman. Alasannya cukup simple, film ini adalah jawara di ajang festival film Cannes tahun lalu. Atau meleset-meleset, jatuh ke film yang hujan pujian, The Prophet, yang buatan Perancis. Tapi apa nyana, ternyata kategori ini mesti pergi ke tanah Argentina yang mengirim wakilnya lewat film El Secreto De Sus Ojos.
Dan ini bukan pertama kalinya terjadi. Tahun sebelumnya, film-film jagoan kritikus The Class (yang juga jawara Cannes) dan The Baader Meinhof Komplex digadang-gadang bakal jadi favorit untuk menang di kategori ini. Tapi, saat diumumkan, ternyata yang menang bukan film2 itu. Ada satu film Jepang, yang mungkin belum familiar di telinga semua orang. Judulnya Okuribito. Dalam terjemahan bahasa inggrisnya, menjadi Departures.
Rasa tergelitik pasti menghampiri. Apa yang membuat film ini tiba-tiba menonjol, dan mampu mengungguli film-film lainnya? Mari kita lihat satu persatu.
Film drama ini datang dengan premis sederhana. Cerita tentang perjuangan seorang cellist (pemain cello) dalam mencari penghidupan setelah kelompok musiknya mengalami kebangkrutan. Kembali ke desanya, sepertinya ia keliru mengartikan salah satu iklan lowongan yang ada, yang pada akhirnya membawanya kedalam sebuah dunia yang sama sekali belum pernah dibayangkannya, yaitu dunia pemakaman. Pekerjaan ini lah yang mengubah pandangan hidupnya tentang kematian dan bagaimana manusia bereaksi terhadap “loss”. Sebuah premis cerita yang sederhana bukan?
Akan tetapi, plot cerita yang sepintas terlihat sederhana dan biasa ini benar-benar bisa dieksekusi dengan baik oleh sang sutradara menjadi sebuah film dengan kekayaan sinematis yang luar biasa. Film ini berubah dari plot sederhana menjadi sebuah film yang dramatis, indah secara visual, kaya dan sarat akan makna dan nilai-nilai budaya (dalam hal ini jepang), dan performa akting luar biasa dari aktor-aktrisnya.
Film ini adalah salah satu film drama yang kuat. Dalam artian bahwa ceritanya tidak dangkal, tapi juga tidak terlalu berat. Ringan, tapi sangat sarat muatan. Ada nuansa komedi yang tipis ketika menyaksikan film ini. Hal ini juga sedikit banyak didukung oleh akting komikal yang sangat baik dari aktor utamanya, Masahiro Motoki. Plot-plot yang ada juga dirangkaikan dengan baik, sehingga cerita berjalan mulus, walaupun untuk beberapa orang mungkin akan terasa sedikit terlalu lambat. Tapi ini mungkin cara bertutur orang jepang yang perlahan, tapi pasti. Penuh pertimbangan, tapi lugas.
Secara visual, film ini sangat indah. Dengan latar belakang pedesaan jepang yang asri, ladang yang luas, pegunungan, dan sungai-sungai yang bersih, semua berhasil di tangkap dengan sangat artistik dan indah oleh sang sinematografer, alias orang dibalik kamera. Well, ini sangat teknikal. Tapi buat saya, film ini juga unggul dalam menyuguhkan pemandangan-pemandangan indah pedesaan jepang yang menjadi latar belakangnya.
Salah satu faktor yang membuat film ini menjadi kuat adalah kekayaan makna dan nilai yang dimuat film ini. Budaya jepang yang sangat kaya dan penuh dengan simbolisasi mendapat porsi utama dalam film ini. Tema utama film ini sebenarnya tentang how people deal with loss. Bagaimana manusia berhadapan dengan kehilangan. Kehilangan dalam bentuk apapun. Mulai dari kehilangan dalam arti kematian, sampai pada kehilangan yang lain, seperti pekerjaan, identitas diri, kepercayaan, dan lain-lain. Film ini memberikan gambaran ringan dalam simbol-simbol penuh arti tentang bagaimana seharusnya manusia bereaksi atas kehilangan-kehilangan yang dihadapinya.
Dari sisi akting, film ini memang beruntung memiliki aktor-aktris hebat yang performa aktingnya mumpuni. Kredit khusus memang milik Masahiro Motoki yang memang bermain luar biasa dalam film ini. Aktingnya dalam karakter Daigo menunjukkan transformasi dari karakter rapuh dan penuh keraguan menjadi sosok yang optimis dan lebih positif memang hebat. Sebagai catatan, untuk perannya dalam film ini ia meraih 3 penghargaan untuk Best Actor, masing-masing dari Asian Film Awards, Asia Pacific Screen Awards, dan Awards of the Japanese Academy. So, tidak heran lah… Deretan cast lainnya juga tidak tampil mengecewakan. Justru terlihat natural dan kuat.
Overall, film ini adalah salah satu film terbaik yang pernah saya saksikan sepanjang tahun 2009 kemarin. IMHO, one of the most powerful, beautiful and memorable cinematic experience I’ve had during that year. Film ini mungkin agak sedikit luput dari perhatian. Ya mungkin karena tidak dirilis secara luas di negara ini.
Apakah film ini pantas mendapat gelar Oscar’s Best Foreign Language Film of The Year? Buat saya, jawabannya YA.
Subyektivitas memang sangat berperan. Tapi apa yang dimiliki film dengan 10 penghargaan Awards of the Japanese Academy ini sudah sangat berbicara bahwa mereka pantas dan layak untuk menyandang penghargaan ini. Mungkin terasa sedikit berlebihan.. Tapi well, hujan pujian dari kritikus dan penghargaan dari berbagai festival menjadi pembuktian tersendiri. Tidak perlu digembar-gemborkan. Yang jelas, prestasi itu jadi bukti, bahwa karya mereka ini bukanlah film biasa.
Go see it, enjoy the show!!!
Rating : 9/10
nice review ^_^
ReplyDelete