Sunday, April 11, 2010

THE LOVELY BONES (2009)


Synopsis: Centers on a young girl who has been murdered and watches over her family - and her killer - from heaven. She must weigh her desire for vengeance against her desire for her family to heal. (IMDB.com)

Cast/Crew: Saoirse Ronan, Mark Wahlberg, Rachel Weisz, Susan Sarandon, Stanley Tucci / Director : Peter Jackson





Review:

The story of a life and everything that came after...

Tak jarang faktor non teknis menjadi magnet utama untuk menarik orang untuk datang berbondong-bondong menyaksikan sebuah film. Siapa orang yang duduk di belakang layar, siapa pemainnya, apa ceritanya, biasanya mempunyai daya tarik lebih besar yang mempengaruhi orang hingga sampai pada keputusan, ok, saya mau menonton film ini. Hal itu pulalah yang menjadi pertimbangan utama saya ketika memutuskan untuk menyaksikan film ini. Bagaimana tidak, ada sutradara handal (handal, dan bukan sandal) dan jago, Peter Jackson di balik kemudi film. Fran Walsh dan Philippa Boyens di bagian tulis menulis. Udah gitu, materi tulisannya gak main-main lagi! Novel laris dramatis Alice Sebold dengan judul sama. Di barisan cast, ada sejumlah nama yang bisa kita percayakan mampu mengantarkan performa akting yang cukup mumpuni lah… Bagaimana tidak. Ada pemenang Oscar di dalamnya (Rachel Weisz dan Susan Sarandon), nominator Oscar (Saoirse Ronan dan Mark Wahlberg), dan ada yang jadi nominator Oscar gara2 perannya di film ini, yaitu om Stanley Tucci.

Satu kalimat yang cocok untuk menggambarkan perjalanan menonton film ini adalah : huge letdown…

Mengapa demikian?

Satu.

Saya memang belum membaca novelnya. Tapi saya tahu bahwa novel ini pasti sangat sarat dengan unsur dramatis dan tragis sebagaimana yang coba ditampilkan dalam film ini. Selain menonton, saya juga sangat gemar membaca. Dan sudah tidak perlu lagi diragukan bahwa memindahkan medium buku, dalam hal ini novel, bukanlah perkara mudah. Sudah banyak yang gagal melakukannya. Bahkan sutradara sekaliber Peter Jackson yang sukses mentransfer perubahan dunia middle earth kedalam pita film Lord Of The Rings kok rasa-rasanya agak terlalu asyik dengan dunia nya sendiri, sehingga seolah-olah kita sang penonton tidak diberikan kesempatan untuk mencerna film ini secara lebih baik. Film ini berasa asyik sendiri bertutur, tanpa terlihat berusaha untuk membangun bond dengan penontonnya. Entah saya yang kurang empatik, atau memang film ini kurang bisa membangun empatik, sehingga saya tidak merasakan sedikitpun empati kepada pengalaman tragis yang dialami oleh si tokoh utama. Dramalurgi yang entah terlalu dangkal, atau kurang efektif. Yang jelas, sebagai penonton, saya tidak merasakan tense apapun ketika menyaksikannya. Tanpa rasa. Perjalanan selama 121 menit yang cenderung membosankan dan tanpa tantangan. Ibaratnya seperti naik odong-odong selama 1 jam lebih. J

Dua.

Film ini indah secara visul, but that’s it.

Pengalaman menyaksikan interpretasi Jackson tentang dunia arwah memang sangat indah. Efek maksimal memang digunakan dalam adegan2 tersebut. Kapal2 dalam botol raksasa, dunia warna-warni seperti permen loli, mimpi akan dunia indah ini diisyaratkan sebagai bagaimana Susie Salmon melihat dunia sebelumnya.

Jadi, kalau berbicara masalah teknis, oke lah… kita semua tahu bagaimana Jackson pernah membuat sebuah film kolosal dengan efek luar biasa di LOTR. Tapi entah kenapa, formula teknis yang dibuatnya disini hanya sekedar menjadi tempelan belaka.

Visually entertaining and beautiful. But that’s it!

Tiga.

Siapapun pasti berharap, melihat deretan cast yang ada, pasti sedikit banyak kita akan menyaksikan ensemble akting yang mumpuni. Tapi inilah letdown ketiga. Hanya satu atau 2 bintang saja yang mampu tampil secara memukau. Sisanya, bukannya mereka tidak tampil bagus. Hanya saja, untuk film sekelas ini, dengan perbandingan prestasi mereka sebelumnya, kok rasa2nya kurang maksimal aja. Yang tampil keren pastilah Stanley Tucci. Beliau ini bukan bintang baru. Apalagi tanpa prestasi. Walau baru sekali ini dinominasikan Oscar, tapi bapak-bapak yang satu ini pernah menang di berbagai festival lainnya termasuk Golden Globe dan Emmy. Beside, melihat performanya yang juga keren di Julie and Julia (yang nanti akan saya review juga… so, tungguin aja), meski hampir selalu jadi supporting actor, dia tetap berpeluang menjadi star stealer di film-filmnya… Satu lagi yang bermain lumayan adalah Saoirse Ronan. Walau gak sekeren waktu di Atonement, kita bisa melihat bahwa cewek yang satu ini jelas punya potensi untuk jadi bintang besar nantinya, kalau dia bisa menunjukkan eksistensinya secara baik dan didukung pula oleh faktor luck alias faktor x. Nama-nama lain seperti Mark Wahlberg, Rachel Weisz, Susan Sarandon, sebenarnya juga gak bermain jelek. Cuma untuk standar mereka, kesannya jadi biasa-biasa saja.

Formula bahwa menyaksikan film harus dengan kepala dingin nampaknya harus terus menerus di gaungkan. Datang ke bioskop dengan segudang ekspektasi hampir selalu membuat penonton film kecewa pada akhirnya karena tidak sesuai dengan harapan. Bukan suatu hal yang salah. Tapi tentunya akan jauh lebih bijaksana jika kita at the end bisa menilai film secara subyektif dan proporsional tanpa embel-embel kata si dia begini, kata si doi begitu… Datang ke bioskop dengan bekal review dari orang lain harusnya membuat kita menjadi lebih aware dan hati-hati dalam menentukan baik tidaknya sebuah film. Kita berbicara masalah subyektivitas disini.

Hampir semua teman yang menonton film ini memberikan penilaian tidak memuaskan kepada hasil karya mas Peter Jackson. Dan setelah menyaksikannya sendiri, memang ada hal-hal yang kurang memuaskan seperti sudah saya sampaikan diatas. Apakah penilaian mayoritas ini akan mempengaruhi anda untuk menonton atau tidak film ini? Well, itu keputusan Anda. Kalau anda menilain film ini bagus, ya pasti ada argumennya. Tapi jika Anda membekali diri anda dengan hasil review dari orang lain yang menyatakan ketidakpuasannya dengan film ini, dan kemudian memang demikian adanya, hmmm… gw cuma bisa bilang… I’ve told you!

Go see it, enjoy the show!!!

Rating : 6/10

2 comments:

  1. komen dari orang awam kyk gw: nonton film ini ternyata agak mengantuk ya :P.. visualisasi life after deathnya nice, colourful, cuma speed filmnya lamaaaaa.. Dari sisi dramanya,hhmm kurang greget... nah yg bikin sebel keluarganya ga tau siapa pembunuhnya, tp gpp in the end he died any way!!! *review yg aneh hahaha

    ReplyDelete