
Synopsis: A man emerges with his autistic daughter and three others from a hospital elevator to find themselves trapped in the building with devilish monsters. (IMDB.com)
Cast / Crew: Skye Bennett, Noah Huntley, Dominique McElligott / Director : Pete Riski
Review:
The Fear Is Here.
Pasti banyak orang yang tidak familiar atau bahkan tidak pernah mendengar sebelumnya tentang film ini. Well, demikian juga dengan saya. Kalau malam minggu kemarin saya tidak iseng bergonta ganti saluran televisi, mungkin saya juga tidak akan tahu bahwa film ini tayang di salah satu stasiun televisi lokal Jakarta. Terlihat menjanjikan, maka saya memutuskan untuk menyaksikan film ini sampai selesai.
Terlihat menjanjikan memang. Awal film memang dibangun dengan sangat efektif, dimana horor dibangun secara perlahan. Cerita memang bergerak seputaran lingkungan rumah sakit dan semua teror yang ada didalamnya. Ada sekelompok orang yang terjebak di dalam lift yang ternyata membawa mereka kedalam sebuah petualangan survival menegangkan dan penuh teror. Ada karakter Ben dan anaknya yang sakit, Sarah. Ada juga seorang perawat, Emily, gelandangan Tobias, pengunjung rumah sakit, Jon, dan seorang security yang bahu membahu mengatasi teror tak berbentuk di setiap lantai. Perbedaan karakter dan kepentingan membuat konflik terkadang meruncing diantara mereka. Plot yang istimewa? Tentu tidak. Biasa… Sangat biasa malah!
Premis yang terlihat menjanjikan sejak awal ternyata tidak mampu diteruskan dengan baik oleh sang sutradara. Film yang awalnya terlihat menarik dan menegangkan seolah-olah dijungkirbalikkan oleh ketikmampuan film ini berkonsentrasi terhadap apa yang mau diceritakan. Alih-alih membangun suasana tegang dan seram dengan ditampilkannya berbagai macam mahluk seram didalamnya, film ini justru kehilangan fokus dan seolah berjalan tanpa tujuan yang jelas. Tidak fokus. Membuat yang menontonnya bingung, apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film ini. Apakah ini film tentang teror rumah sakit oleh setan, iblis, monster, atau apa? Semuanya ada disini. Mungkin memang ini yang hendak disajikan oleh sang sutradara. Sebuah film horor yang dijejali oleh karakter setan wanita yang suka berteriak (scream queen), monster karnivora, monster pasir, dan monster-monster lainnya yang tidak terlihat jelas.
Cerita yang lemah dan tidak fokus, juga sama sekali tidak terbantu dari aspek teknis lainnya. Set rumah sakit sih terlihat cukup meyakinkan dan seram. Tapi itu saja. Mulai dari editing, musik, dan sinematografi yang biasa diperparah dengan efek yang yaaa…. apa adanya. Belum lagi akting para pemainnya yang parah. Karakter Sarah yang merupakan tokoh kunci tidak cukup efektif dan meyakinkan sebagai anak2 yang sakit. Yang lainnya, terlihat yaaa… bermain apa adanya. Tidak ada yang spesial.
Sebenarnya ada yang cukup menjanjikan dari plot filmnya. Ada sequence tentang bagaimana peristiwa di awal film berkaitan dengan sequence di bagian akhir. Misalnya saat Emily berusaha mencari orang lain melalui interkom, ia mendengar sebuah suara dari lantai 3. Dan pada saat di lantai 3, ia menerima panggilan dari interkom yang ternyata adalah suaranya sendiri. Creepy!! Ada sebuah plot serupa satu lagi. Sebuah plot yang sebenarnya menjanjikan dan menarik. Punya potensi jadi plot yang sangat menegangkan. Minimal membuat bergidik lah… Tapi ternyata tidak dieksekusi dengan baik oleh sang sutradara. Seolah-olah hanya menjadi tempelan belaka. Sungguh hal yang sangat disayangkan.
Akhirnya, film ini memang menjadi ‘just another ordinary movie’ yang beredar terbatas tanpa banyak yang tahu. Film produksi Finlandia ini dengar-dengar merupakan film horor termahal yang pernah diproduksi negara ini. Tapi melihat hasilnya, kok rasa-rasanya tidak sepadan antara bujet yang dikeluarkan dengan kualitas film secara keseluruhan. Ibarat kata, kualitas film ini berbanding terbalik dengan dana yang dikeluarkan.
Cerita yang dangkal, eksekusi yang gagal, dan tidak efektifnya aspek teknis membuat film ini agak kurang berkualitas. Sebenarnya film ini punya potensi menjadi film horor yang cukup menegangkan dan berkualitas baik sebagai film horor. Setidaknya hal itu ditunjukkan pada sepertiga bagian awal film. Namun bekal itu tidak mampu dilanjutkan dan dieksekusi hingga akhir. What a waste!
Dark Floors, sebuah film horor alternatif yang cukup mencekam di bagian awal, tapi kehilangan fokus dibagian tengah dan akhir. Bukan film horor berkualitas, cenderung mudah dilupakan dan luput dari perhatian.
Go see it! And I hope you’ll enjoy the show!!
Rating : 5 / 10
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletenot a creepy one?? Anyways, since I am a new blogger, can you help me to post something on my blog.. Anything.. Would be better than just a blank page. Appreciate your post!! *alias ga bisa nulisssssssss ^_^
ReplyDeletePolow gw yak utk blognya...