
Synopsis: Three skiers are stranded on a chairlift and forced to make life-or-death choices that prove more perilous than staying put and freezing to death
Cast/Crew: Emma Bell (Parker O’Neil), Shawn Ashmore (Joe Lynch), Kevin Zegers (Dan Walker) / Adam Green (Director)
Menyaksikan Frozen, sebuah film yang mungkin akan terlewatkan oleh banyak orang, karena hanya ditayangkan di salah satu grup bioskop, mungkin adalah salah satu pengalaman sinematis yang cukup menghibur. Menghibur dalam arti sebenarnya menghibur. Tipsnya ya, tonton film ini tanpa ekspektasi apa-apa, maka anda akan bisa melihat film ini secara rileks, menghibur, sekaligus tegang.
Dilihat dari genre nya yang drama thriller, film ini cocok dinikmati dengan teman-teman, kerabat, atau siapapun sehingga unsur suspensenya bisa dinikmati rame-rame. Ada beberapa adegan mengejutkan yang mungkin bisa mengagetkan kita, untuk kemudian membuat kita saling berpandangan dan tertawa betapa bodohnya kita bisa dikagetkan oleh adegan-adegan dalam film.
Saya tidak akan membahas plot film ini, karena ya, memang, tidak ada yang baru. Sekelompok anak muda yang gemar berpetualang, menentang aturan, mengisi liburan akhir pekan mereka dengan ber ski di salah satu gunung. Singkat cerita, dengan kepongahan nya, anak-anak muda itu terperangkap di atas sky cable yang menghubungkan puncak gunung dengan kaki gunung. Dengan jarak yang jauh dari atas permukaan tanah, cuaca buruk dan dingin, membuat mereka pada akhirnya harus berurusan dengan maut, frostbite, ngompol, aksi heroik, dan serigala.
Film ini sebenarnya punya potensi untuk jadi film seru nan menegangkan jika digarap lebih detil. Penggarapan yang terkesan seadanya, dialog-dialog ‘basi’ dan akting yang biasa membuat film ini jadi terkesan setengah-setengah. Tanggung.
Plot tentang si cewek yang dianggap menjadi perusak hubungan antara 2 sahabat, dan bagaimana hubungan antar sahabat tersebut hanya terasa berada di permukaan saja. Tidak ada simbol-simbol atau hal-hal visible yang membuat kita percaya bahwa mereka adalah sahabat bertahun-tahun, yang kemudian dimasuki oleh seorang cewek manja, yang membuat rusak persahabatan, kecuali pengakuan bahwa mereka kenal sejak usia kecil dan si cewek ini tiba-tiba hadir diantara keduanya. Untuk peran sebagai cewek penggoda dan perusak, nampaknya karakter ini kurang berhasil di bawakan dengan baik. Transformasi yang datar dari karakternya, yang harusnya beralih dari cewek manja dan ‘lembek’ menjadi cewek kuat mental karena depresi.
Seandainya boleh memilih, sebagai sutradara, saya akan memilih pemain-pemain yang meskipun baru, namun memang memiliki kemampuan yang cukup. Berikutnya adalah, membuat skenario dengan kalimat-kalimat efektif dan membuang jauh-jauh dialog-dialog mengambang yang tak jelas juntrungannya. Next, aspek teknikal yang mungkin jadi sorotan. Pemilihan sudut-sudut pengambilan gambar yang mungkin lebih efektif dan dramatis bisa jadi pilihan. Musik juga sebisa mungkin diminimalisir, mengingat adegan film ada di tengah-tengah daerah yang jauh dari peradaban. Penggunaan musik yang minim, dengan score yang lebih dramatis, efeknya pasti lebih dahsyat. Ketimbang kemarin ketika menyaksikan film ini, rasanya seperti mendengarkan score film-film horor indonesia yang penuh dengan gegap gempita yang bertujuan mengagetkan.
Overall, film ini tidak bisa dibilang bagus maupun jelek. Buat beberapa orang, termasuk saya, menghibur. Ada tegangnya, thrillingnya, adegan-adegan bodoh, dan lain sebagainya. Satu hal yang sebenarnya cukup mengganggu hanyalah bahwa film ini terasa tanggung. Ketegangan yang dibangun di awal adegan, sebagian besar tidak bisa dieksekusi dengan baik. Jadi hambar.
Tapi tetap, ini adalah satu alternatif film buat mereka penyuka film tegang. Go see it, enjoy the show!
Rating : 6.5/10
Review:
Menyaksikan Frozen, sebuah film yang mungkin akan terlewatkan oleh banyak orang, karena hanya ditayangkan di salah satu grup bioskop, mungkin adalah salah satu pengalaman sinematis yang cukup menghibur. Menghibur dalam arti sebenarnya menghibur. Tipsnya ya, tonton film ini tanpa ekspektasi apa-apa, maka anda akan bisa melihat film ini secara rileks, menghibur, sekaligus tegang.
Dilihat dari genre nya yang drama thriller, film ini cocok dinikmati dengan teman-teman, kerabat, atau siapapun sehingga unsur suspensenya bisa dinikmati rame-rame. Ada beberapa adegan mengejutkan yang mungkin bisa mengagetkan kita, untuk kemudian membuat kita saling berpandangan dan tertawa betapa bodohnya kita bisa dikagetkan oleh adegan-adegan dalam film.
Saya tidak akan membahas plot film ini, karena ya, memang, tidak ada yang baru. Sekelompok anak muda yang gemar berpetualang, menentang aturan, mengisi liburan akhir pekan mereka dengan ber ski di salah satu gunung. Singkat cerita, dengan kepongahan nya, anak-anak muda itu terperangkap di atas sky cable yang menghubungkan puncak gunung dengan kaki gunung. Dengan jarak yang jauh dari atas permukaan tanah, cuaca buruk dan dingin, membuat mereka pada akhirnya harus berurusan dengan maut, frostbite, ngompol, aksi heroik, dan serigala.
Film ini sebenarnya punya potensi untuk jadi film seru nan menegangkan jika digarap lebih detil. Penggarapan yang terkesan seadanya, dialog-dialog ‘basi’ dan akting yang biasa membuat film ini jadi terkesan setengah-setengah. Tanggung.
Plot tentang si cewek yang dianggap menjadi perusak hubungan antara 2 sahabat, dan bagaimana hubungan antar sahabat tersebut hanya terasa berada di permukaan saja. Tidak ada simbol-simbol atau hal-hal visible yang membuat kita percaya bahwa mereka adalah sahabat bertahun-tahun, yang kemudian dimasuki oleh seorang cewek manja, yang membuat rusak persahabatan, kecuali pengakuan bahwa mereka kenal sejak usia kecil dan si cewek ini tiba-tiba hadir diantara keduanya. Untuk peran sebagai cewek penggoda dan perusak, nampaknya karakter ini kurang berhasil di bawakan dengan baik. Transformasi yang datar dari karakternya, yang harusnya beralih dari cewek manja dan ‘lembek’ menjadi cewek kuat mental karena depresi.
Seandainya boleh memilih, sebagai sutradara, saya akan memilih pemain-pemain yang meskipun baru, namun memang memiliki kemampuan yang cukup. Berikutnya adalah, membuat skenario dengan kalimat-kalimat efektif dan membuang jauh-jauh dialog-dialog mengambang yang tak jelas juntrungannya. Next, aspek teknikal yang mungkin jadi sorotan. Pemilihan sudut-sudut pengambilan gambar yang mungkin lebih efektif dan dramatis bisa jadi pilihan. Musik juga sebisa mungkin diminimalisir, mengingat adegan film ada di tengah-tengah daerah yang jauh dari peradaban. Penggunaan musik yang minim, dengan score yang lebih dramatis, efeknya pasti lebih dahsyat. Ketimbang kemarin ketika menyaksikan film ini, rasanya seperti mendengarkan score film-film horor indonesia yang penuh dengan gegap gempita yang bertujuan mengagetkan.
Overall, film ini tidak bisa dibilang bagus maupun jelek. Buat beberapa orang, termasuk saya, menghibur. Ada tegangnya, thrillingnya, adegan-adegan bodoh, dan lain sebagainya. Satu hal yang sebenarnya cukup mengganggu hanyalah bahwa film ini terasa tanggung. Ketegangan yang dibangun di awal adegan, sebagian besar tidak bisa dieksekusi dengan baik. Jadi hambar.
Tapi tetap, ini adalah satu alternatif film buat mereka penyuka film tegang. Go see it, enjoy the show!
Rating : 6.5/10
scenenya membosankan ga ya? krn gw baru liat extras nya i assume it will be boring. Soalnya kan mereka terjebak di kursi gantung, yg ada tar scene nya di seputar kursi aj..ahhh ngantuk ^_^.. Mohon pencerahannya bpk..
ReplyDeletegak juga kok! ada adegan lain yang lumayan nyeremin... ada juga yang bikin ngilu...
ReplyDeletetapi ya ada juga lah adegan ngebosenin...
liat aja...
yg bikin ngilu kyknya yang pas 'tangan lengket di pegangan kursi saking bekunya ga bisa di angkat..aww..aww'
ReplyDelete