Thursday, April 22, 2010

SUSTER KERAMAS (2010)


Synopsis: Mengisahkan seorang wisatawan Jepang (Rin Sakuragi) yang mencari saudaranya yang berprofesi sebagai suster di Indonesia. Ironisnya, saudaranya itu ternyata sudah meninggal. (cineplex21.com)

Cast / Crew: Rin Sakuragi, Herfiza Novianti, Rizky Mocil, Zidni Adam, Shinta Bachir / Director : Helfi Kardit



Review:

Jangan.. jangan apatis dulu tentang tulisan saya yang satu ini… Bukan hendak memuja muji atau mendukung film dengan tema serupa untuk tetap tampil di bioskop-bioskop lokal. Tapi ya, ini memang fakta, bahwa sampai saat ini pun, kita masih dibanjiri dengan film-film dengan kualitas serupa yang setali tiga uang hanya mengedepankan unsur komersialitas belaka.

Datang ke bioskop, dengan pilihan yang sempit terhadap film2 yang tayang saat itu membuat saya akhirnya mengambil keputusan berat membeli karcis dan menonton film yang sempat menghebohkan ini. Well, I’m craving for good horror movie actually! Sebagai penggemar film horror, saya selalu merasa haus dengan film yang genrenya akhir2 ini banyak diproduksi, dengan kualitas apa adanya tentunya. Ok lah, saya putuskan untuk menonton saja film ini. Toh ini tetap suatu hasil karya seseorang. Apapun penilaiannya, tetap berhak untuk mendapatkan apresiasi. Bahkan nilai 1 (dari skala 1 – 10) tetap merupakan hasil apresiasi buat mereka, daripada tidak sama sekali. Dibalik kualitas film yang jungkir balik, tetap saja ada usaha dibaliknya. Itu yang, yaaa…, perlu sedikit kita hargai.

Baiklah, kita mulai saja petualangannya!

Sadar bahwa film ini adalah film dengan premis tidak jelas, berbau pornografi yang tajam (ya iyalah… Rin Sakuragi gitu loh), dan yaaa, apa yang mau diharapkan dari film ini, saya sadar, bahwa saya harus meninggalkan otak saya di luar teater. Tidak mungkin saya menggunakan logika ketika menyaksikan film horror ini. Saya tidak berharap banyak kecuali, yaaa, setidaknya bisa sedikit menghibur. Impas lah dengan uang karcis yang sudah saya keluarkan! Tapi nampaknya saya terlalu naïf.

Hampir tidak ada yang bisa saya nilai positif dari film ini.

Mari kita persempit saja pembahasannya dalam 3 aspek. Cerita, teknikal, dan acting.

Dari segi cerita, well, apa lagi yang bisa saya katakan? Selain premis cerita tentang 3 orang mahasiswa (1 perempuan dan 2 pria super cabul) yang jauh2 datang ke puncak untuk sekedar mengerjakan tugas (yang sampai pada akhir cerita tidak terjawab, tugas apa yang membuat mereka harus berkilometer jauhnya mengasingkan diri), yang dihantui arwah penasaran suster yang hobi keramas, punya tetangga pasangan produser dan bintang film porno, dan tiba2 didatangi Rin Sakuragi yang ditemenin sama Yadi Sembako, apa yang bisa diharapkan? A total chaos! A brainless cinematic experience. Di tambah dengan bumbu2 pornografi, tingkat “cabul”itas yang tinggi, dan focus cerita yang berubah-ubah, film ini bahkan sudah kehilangan identitasnya sejak awal. Judul suster keramas rasa2nya kurang pas. Mungkin lebih pas kalau dikasi judul “Bintang porno jepang datang ke sukabumi karena iseng kebanyakan duit, ketemu dengan rombongan cabul yang agak2 kurang berotak trus dikejar2 setan”. Well how about that?

Dari segi teknikal, what more can I say? Tidak ada yang baru, tidak ada yang berbeda. Standar. Masih tetap dipenuhi dengan musik2 mengagetkan ala film2 horor murahan, make up jelek, art yang sangat biasa, dan sinematografi gelap dan scene2 penuh kabut.

Yang paling parah, dan paling mengganggu buat saya, adalah performa dari para pemainnya yang benar2 terlihat seperti amatiran. Well, saya tidak bisa berakting. Tapi saya cukup tahu lah siapa yang bermain bagus dan siapa yang bermain jelek. Saya tidak mengharapkan performa setara acting Tom Hanks atau Catherine Zeta Jones. Atau bahkan Tio Pakusadewo? Tapi mbok ya jangan gitu.. Buat saya, performa para pemainnya sangat annoying. Ganggu. That’s it!

Kalau ada yang berargumentasi, “sudah tahu filmnya seperti itu, ngapain ditonton?”, ya saya juga tidak bisa menyalahkan. Justru dengan bekal kesadaran bahwa saya tidak bisa mengharapkan kualitas jempolan dari karya2 seperti ini, apa yang disuguhkan kepada saya tetap jauh dibawah ekspektasi saya yang sudah rendah. Bahkan buat saya, film ini gagal menghibur. Satu2nya aspek yang tersisa juga gagal dieksekusi dengan baik. Penampilan beberapa bintangnya yang digadang2 akan menjadi penampilan komedikal, justru benar2 memperburuk kualitas film secara umum. Alih2 lucu, mereka malah terlihat (maaf) bodoh dan berlebihan.

Overall, film ini adalah sebuah karya sinema yang miskin kualitas. Tidak ada yang bisa kita harapkan. Bahkan untuk menilai positif pun agak menjadi sedikit sulit. Kualitas film memang menjadi tak terukur dengan segala kekacauan yang ada didalamnya. Dan parahnya, buat saya, film ini juga sama sekali tidak menghibur. Tidak ada satupun momen dalam film ini yang bisa saya kategorikan sebagai hiburan, atau lucu, atau humor, atau apalah…

Tapi, dengan tetap berusaha berpikiran positif dan menghargai usaha orang lain, ini tetap sebuah karya. Saya merasa tetap perlu berapresiasi dan memberikan penilaian. Begitu juga untuk karya2 sejenis yang mungkin ada. Buat saya, rating 2 (dari skala 10) untuk film ini bukanlah tanpa pertimbangan. Well, at least saya mencoba mengambil positifnya aja. Apa yang bisa saya ambil dari film ini adalah : lumayan, bisa buat killing time barang sejam, dingin di ruangan ber-AC, di tengah kebengongan di hari minggu. That’s it! Itu saja. Tidak kurang, tidak lebih..

This time, don’t go see it, you might not enjoy the show!!!

Rating : 2/10

2 comments:

  1. baru gw mau komen tag line lo yg di bawah.. baru ngeh ternyata dah diganti yak..wakakkakk untung ga ketinggalan mas utk di ganti...hihihi...

    but wait ur line review 'saya sadar, bahwa saya harus meninggalkan otak saya di luar teater' u dont need brain to see that movie, tp 'passion' bkn, mengingat tingkat kecabulannya stadium lanjutkah???? ^_^

    ReplyDelete
  2. bukan passion kali...
    kalo itu mah lust... napsu!

    alih2 napsu, malah jadi dongkol
    cabulnya gak ketulungan.
    malah annoying

    ReplyDelete